SELAMAT DATANG DI BLOG NZ_ELFATH'KU

Rabu, 31 Oktober 2012

cerpen - Bunga buat Bunda...


Jangan bermain cinta, kalau kamu gak siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi. Yaahh memang, cinta mampu merubah segalanya, seakan semua akan jadi seperti apa yang ada di khayalan kita. Tapi ingat, yang namanya khayalan belum pasti kan seperti apa pula dalam kenyataannya?
“Bunga!” panggil deni dari kejauhan.
Ya, namaku Bunga. Dan dia Deni. Kami sahabatan sejak SMA dulu. Dan sekarang, kami sudah menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama di jogja. Kami satu kampus, satu fakultas, tapi kami beda kelas.
“kamu ada kelas lagi setelah ini?”
“enggak, kenapa?”
“baguslah. Febi sakit, asmanya tadi malem kumat, dan sekarang dia dirawat dirumah sakit. Rencananya sekarang aku mau kesana, kalau kamu tidak ada kegiatan, mau ikut apa enggak?”
Aku tersenyum. Febi. Ya, nama itu yang sering deni sebut-sebut sejak pertama kali masuk kuliah. Tanpa aku Tanya ba-bi-bu, aku udah tau maksud dia apa.
“oke, tapi pake motor kamu ya?”
“siap!” jawabnya mantab sambil ia berlagak hormat dihadapanku. Aku hanya tertawa geli.
Teruntuk : Bunga yang harum mewangi
Taman itu indah, apalagi ada kamu.
Taman itu warna-warni, apalagi ada kamu.
Dan taman itu wangi, apalagi ada kamu.
Lagi-lagi surat kaleng ini dengan tidak sopannya menyelinap lagi di tasku. Siapa pemilik tulisan ini? Entahlah, aku tidak mau ambil pusing untuk urusan yang seperti ini. Masih tersisa sakit yang pernah seseorang torehkan di hatiku. Dan aku, sampai sekarang pun, masih terdapat rasa yang sulit aku mengerti.
Jedug!
“aw!”
“eh ngapunten, gak sengaja.” kata orang itu tiba-tiba di hadapanku setelah berhasil buat kepalaku agak nut-nutan gara-gara sebuah lakban besar yang sempat mendarat di keningku.
“sakit geh?” Tanya nya khawatir.
“ah, enggak kok, Cuma tadi kaget aja.”
“sekali lagi ngapunten geh, tadi lagi manjat buat masang spanduk tapi gak tau malah lakban nya bisa jatuh dan kena kepala nya mbak yang lagi lewat.” Katanya mencoba menjelaskan.
“iya, gak papa kok. Ya udah, lanjutin masangnya, tapi ati-ati, kasian kalau ada yang kejatuhan lakban lagi.”
“hehe. Iya mbak.”
Aku berlalu, dan tanpa aku tau, orang itu menatapku sampai aku hilang di balik tangga.
“Hamdan! Ngelamun aja kamu! Ini selesein masang spanduknya!” teriak orang berambut kribo itu kesal.
“eh iya iya!”
“tugas dari Bu Adib udah selese Bunga?”
“udah Fit, tinggal ngasih kesimpulan aja. Kamu ya yang nyelesein kesimpulannya?”
“yaudah, ini masukin flashdisk ku aja, ntar aku selesein di rumah.”
“eh iya fit, ngomong-ngomong arum kemana, kok dari tadi aku belum ketemu dia?”
“dia gak masuk hari ini, tadi sms suruh ijinin. Diare katanya..”
“haha. Selalu saja begitu, dibilangin gak usah kebanyakan makan sambal gak pernah didengerin sih.”
Yaa, aku, fitri, dan arum. Kami akrab sejak masuk di kampus ini. Bisa dibilang kami sahabatan ber empat. Kemana-mana selalu bersama. Eh iya, masih ada satu, namanya aam. Tapi hari ini lagi gak sekelas, jadi nya sampe lupa belum disebutin. Hehe
“emm, bunga..”
“yaa,”
“aku lagi naksir seseorang nih.”
“hah!” sontak aku kaget. Fitri, sahabatku. Yang bisa dibilang dia pemalu bisa naksir seseorang? Seperti apa orang yang ia taksir? Oh no.
“kok nanggepinnya gitu.” Katanya langsung menunduk.
“eh, eh, bukan gitu fit. Cuma tadi kaget aja, ternyata orang pendiam tu juga bisa jatuh cinta. Hehe. Maaf ya,”
“hmm, aku kan juga manusia, punya rasa punya hati.”
“malah nyanyi.”
“hehe. Emm, tapi aku belum tau sih ini emang aku suka, atau sebatas kagum aja.”
“maksud kamu?”
“yaa, aku kan sering ketemu ma dia kalau lagi nyari tugas di perpus, dia kelihatan rajin banget. Suatu ketika, aku lagi sendirian bingung nyari buku di rak, eh dia deketin aku terus bantuin nyari. Terus, waktu di rental aku ketemu dia lagi dan aku lagi bingung ngedit makalah, eh dia bantuin lagi ampe selese. Terus,”
“udah, udah. Terus, terus mulu kapan selese nya? Sekarang yang penting siapa nama dia?”
“nah, itu bunga yang aku gak tau.”
Gubrak!
“eh si mbak lagi. Mau kemana mbak?”
Secara gak sengaja aku ketemu lagi ma seseorang yang udah jatuhin lakban tempo hari.
“mau ke kantin, mau ikut?” tawarku basa-basi
“iya mbak kalo boleh. Monggo… “ perlahan ia ikuti jalanku dibelakang. Sampai di kantin aku ambil tempat yang enak buat ngobrol. Sengaja aku pilih tempat di pojokan biar salah satu dari genk konyolku itu tau dan bikin gosip yang enggak-enggak.
“emm, kamu asli jogja ya?”
“injih mbak, kok tau?”
“nada bicara kamu itu…” kataku sambil ngakak, dia hanya tersenyum malu. Gak terasa obrolan kami serasa makin akrab. Ternyata dia asik juga. Dan ternyata pula, kehidupannya lebih dari menggenaskan. Ibunya sedang perawatan intensif di rumah sakit. Tiap paginya sebelum kuliah dia harus loper koran, belum lagi kalo weekend dia gunakan buat bantu-bantu tambal ban sebelah rumahnya. Dan spesialnya, nanti malam dia mengajakku buat ketemu ibunya. Catet ya, ibunya lagi sakit, bukan berarti ada tiiiiiittttt (sensor).
“fitri!” teriakku dari kejauhan yang secara gak sengaja ngeliat fitri yang tiba-tiba pergi gitu aja melihatku.
“aneh” batinku.
Sampai rumah, ternyata fitri sms.
Kamu tega bunga, aku gak nyangka kalo kamu ternyata penghianat.
Hah? Apa-apaan fitri sms kayak gini? Tanpa ba-bi-bu aku langsung menelepon dia.
“halo, fit, maksud nya apa ini?”
“kamu inget gak cowok yang aku ceritain ke kamu tempo hari? Dan kamu berhasil merebutnya dariku! Selamat!”
“aku sama sekali tidak paham maksud kamu fit”
“oke, ntar malem kamu ada janjian kan sama dia”
“tapi itu kan janjian kalo….”
“aku ga mau denger alasan kamu. Kalo kamu emang masih nganggep aku sahabat kamu, tolong hargai perasaanku dan jangan temui dia lagi. Tut tut tut…”
Seketika aku terduduk lemas. Ternyata cowok yang fitri maksud itu… “astaga”
“bunda nanti pasti seneng” hibur hamdan kepada ibunya.
“memangnya ada apa hamdan?”
“hamdan mau ngenalin seseorang sama bunda. Mirip banget ma bunda waktu muda. Cantik. Lembut, ramah. Semuanya.”
“siapa namanya hamdan?”
“namanya bunga”
Obrolan berlanjut antara hamdan dan ibunya. Namun jam telah menunjukkan jam 10 malam. Dan kemungkinan besar bunga tidak jadi datang kalo sampai selarut ini.
“hamdan…” suara ibunda hamdan makin parau.
“iya bun… ada apa bunda?” hamdan panik
“ibu sudah tidak kuat lagi… rasanya jantung ini sudah tidak kuat lagi. Maafkan bunda, salam buat bunga.”
“bunda… bunda!!!” hamdan tak kuasa meneteskan air matanya. Ibunya ia peluk erat, “innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun”
“hamdan, maafkan aku” kata seorang gadis sembari ia taruh seikat bunga mawar cantik disamping nisan ibunda hamdan.
Hamdan diam, ia tak menanggapi sepatah katapun.
Mereka bergulat dalam pikiran masing-masing.
Hamdan hanya bergumam, “ini bunga buat bunda…”
The end.
Cerpen Karangan: Anis Nuraini Fatayati
Blog: anisfatayati.blogspot.com
aku adalah kuli pena amatir yang mencoba menghasilkan karya dari sebuah tangan tanpa makna


http://cerpenmu.com/cerpen-cinta/bunga-buat-bunda.html#comment-240

Senin, 29 Oktober 2012

Penafsiran Ayat Al-qur'an tentang Ahli Kitab




PENDAHULUAN

Ahli Kitab secara etimologi berasal dari dua suku kata yaitu kata Ahli yang merupakan serapan dari bahasa Arab dan kitab. Kata ahl  adalah bentuk kata benda (isim) dari kata kerja (Fi’il) yaitu kata ahila-ya’halu-ahlan. Al-Ahl yang bermakna juga famili, keluarga, kerabat. Adapun kata Kitab atau Al-Kitab maka sudah masyhur di Indonesia yaitu bermakna buku, dalam makna yang lebih khusus yaitu kitab suci. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ahlul kitab adalah ahli yaitu orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain al-Qur’an.
Sedangkan Ahli Kitab menurut terminology adalah “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah)”. Di antara mereka adalah Kaum Yahudi dan Nasrani. Dinamakan ahlu kitab karena telah diberikan kepada mereka kitab suci oleh Allah ta’ala.
Dari pengertian secara etimologi maupun terminology dapat dipahami bahwa ahli kitab atau ahlu kitab adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam al Baidhawi ketika menafsirkan Surat Al-Maidah : 5, beliau mengatakan bahwa ahli kitab mencakup orang-orang yang diberikan kepada mereka al Kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sebab Yahudi dan Nasrani disebut sebagai Ahli Kitab karena Allah mengutus di tengah-tengah mereka nabi-nabi mereka yang membawa kitab suci masing-masing walaupun mereka sendiri kemudian yang merubah isinya. Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa 'Alaihi As-Salamdan pengikut beliau yang merubah isi Taurat setelahnya dikenal sebagai Yahudi. Kemudian Allah menurunkan Kitab Injil kepada Nabi Isa 'Alaihi As-Salam dan pengikut beliau yang merubah isi Injil disebut Nasrani. Mereka disebut Ahli Kitab karena kitab-kitab suci mereka sebelum mereka rubah isinya adalah turun dari Allah seperti Al-Qur'an.
Maka agama-agama selain Yahudi dan Nasrani seperti Hindu, Buddha, Majusi/Zoroastrianisme, Kong Hu Chu, Taoisme dan Shinto mereka tidak bisa disebut sebagai ahli kitab walaupun mereka memiliki kitab suci masing-masing. Hal ini dikarenakan kitab suci mereka bukan diturunkan oleh Allah akan tetapi mereka membuat sendiri yang disesuaikan dengan adat, tata krama dan filosofi masyarakat pada masa itu. Inilah yang menjadi pendapat Imam syafi’i.

PEMBAHASAN

A.    Q.s. Al-Baqarah : 109
1.      Ayat dan Terjemah
¨Šur ׎ÏVŸ2 ïÆÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# öqs9 Nä3tRrŠãtƒ .`ÏiB Ï÷èt/ öNä3ÏZ»yJƒÎ) #·$¤ÿä. #Y|¡ym ô`ÏiB ÏYÏã OÎgÅ¡àÿRr& .`ÏiB Ï÷èt/ $tB tû¨üt6s? ãNßgs9 ,ysø9$# ( (#qàÿôã$$sù (#qßsxÿô¹$#ur 4Ó®Lym uÎAù'tƒ ª!$# ÿ¾Ín͐öDr'Î/ 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÉÒÈ
109.  Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

2.      Asbabun Nuzul
Dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin Huzaimah atau ‘Ikramah yang bersumber dari Ibni Abas, bahwa dahulu Hay bin Ahthab dan Abu Yasir bin Ahthab adalah termasuk orang-orang Yahudi yang paling dengki kepada orang-orang Arab, dengan dalih bahwa Allah telah mengistimewakan mereka dengan munculnya seorang utusan di kalangan mereka. kedua orang jahat itu dengan penuh kesungguhan menghalang-halangi orang lain masuk Islam semampu mungkin. Maka Allah menurunkan ayat di atas.

3.      Tafsir Mufradat
وَدَّ  Wadda : Menginginkan, Menyukai
أَهْلِ الْكِتَبِ  Ahlil- kitaab :Kaum Yahudi dan kaum Nasra
حَسَدًا  Hasadan : Hasad atau dengki adalah mengharap hilangnya nikmat dari orang lain yang mendapatkannya
 لَهُمُ الْحَقُتَبَيَّنَ Tabayyana Labum al-Haqq : Mereka mengetahui bahwa Muhammad adalah rasul Allah, dan agamanya adalah agama yang benar.
فَاْعْفُوْا وَاصْفَحُواْ  Fa’fuu Washfahuu : Janganlah kalian hukum mereka dan jangan kalian caci maki mereka. Makna Al-Afwu adalah memaafkan dengan tidak menghukum sedang makna ash-Shafhu adalah berpaling dari orang yang bersalah (dengan menganggap tak bersalah).
حَتَّى يَأْ تِىَ اللهُ بِأَمْرِهِ  Hattaa Ya’tiya Allahu bi Amrihi : Yakni Allah Ta’ala telah mengizinkan untuk memerangi mereka. Mereka yang dimaksud adalah kaum Yahudi Madinah, yaitu Bani Qainuqa’, bani Nadhir dan Bani Quraidzah.[1]

4.      Tafsir Ayat
وَدَّ كَثِيْرُ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَبِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِّن بَعْدِ إِيْمَنَكُمْ كُفَارًا
Sebagaimana  yang diriwatkan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Ibnu ‘Abbas, ia mengatakan: “ Huyay bin Akhthab dan Abu Yasir bin Akhthab merupakan orang Yahudi yang paling dengki dengan terhadap masyarakat Arab, karena Allah SWT telah mengistimewakan mereka dengan (mengutus) Rasul-Nya, Muhammad SAW. Selain itu, keduanya juga paling gigih mengalangi manusia memeluk Islam.kemudian berkaitan dengan orang tersebut Allah menurunkan Ayat di atas.
حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لهُمُ الحَقُّ
 Allah berfirman, bahwa setelah kebenaran yang terang-benerang di hadapan mereka dan tidak ada sedikit pun yang tidak mengetahuinya, tetapi kedengkian menyeret mereka kepada kemungkaran. Maka Allah SWT  pun benar-benar mencela, menghina dan mencacimereka, serta menyegerakan bagi Rasulullah SAW dan juga orang-orang yang beriman yang telah membenarkan, mengimani, dan mengakui apa yang diturunkan Allah SWT kepada mereka yang diturunkan kepada orang-orang sebelum mereka, kemuliaan, pahala yang besar, dan pertolongan-Nya.sedangkan mengenai  firmsn-Nya مِّن بَعْدِ إِيْمَنَكُمْ كُفَارًا  ‘Abdul Aliyah mengatakan : “yaitu setelah mereka melihat dengan jelas bahwa Nabi Muhammad, Rasulullah SAW tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Lalu mereka mengingkarinya karena iri dan dengki, karena Nabi Muhammad bukan dari kalangan mereka (Yahudi).
Mengenai Firman Allah SWT فَا عْفُوْا وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْ تِىَ اللهُ بِأَمْرِهِ “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan : “Ayat tersebut telah dinasakh dengan QS. At-Taubah: 5 yang Artinya Maka bunuhlah oarang-orang musyrik itu dimana saja kalian jumpai mereka. Denagn demikian pemberian maaf tersebut telah dinasahk (dihapuskan) bagi orang-orang musyrik. Hal yang sama dikemukakan oleh Abul ‘Aliyah, Ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi, bahwa ayat tersebut mansukh dengan ayat saif (perintah berperang).[2]

5.      Analisis Ayat
Ayat ini memperingatkan umat Islam bahwa : Banyak diantara Ahl al-Kitab yakni orang Yahudi dan Nasrani menginginkan dari lubuk hati mereka disertai dengan upaya nyata seandainya mereka dapat mengembalikan kamu semua setelah keimanan kamu kepada Allah dan Rasul-Nya kepada kekafiran baik dalam bentuk tidak mempercayai tauhid dan rukun-rukun iman, maupun kekufuran yang bersifat kedurhakaan serta pelanggaran pengamalan agama, hal ini disebabkan karena iri hati yang timbul dari kedengkian yang amat besar yang terpendam dalam diri mereka.[3]
Allah Ta’ala memberitakan kepada orang-orang yang beriman tentang moralitas dari kebanyakan Ahli Kitab. Yaitu keinginan mereka yang kuat agar orang-orang Islam meninggalkan agama mereka yang benar dan menjadi tidak benar. Keinginan Ahli Kitab ini muncul, karena kedengkian mereka yang timbul dari suatu watak kejiwaan mereka yang tidak suka melihat orang Islam hidup di bawah naungan cahaya Iman dengan meninggalkan kegelapan. [4]
Allah Ta’ala mengingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar tidak menempuh jalan yang di tempuh oleh Ahli Kitab. Dia (Allah) juga memberitahu mereka tentang permusushan orang-orang kafir terhadap merekatentang permusuhan orang-orang kafir terhadap mereka terhadap mereka, baik secara batiniyah maupun lahiriyah. Dan berbagai kedengkian yang yang menyelimuti mereka terhadap orang-orang Mukmin karena mereka mengetahui kelebihan yang dimiliki orang-orang Mukmin dan Nabi mereka.[5]
B.     Q. S. Ali Imron 113
1. Ayat dan terjemahan
* (#qÝ¡øŠs9 [ä!#uqy 3 ô`ÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ×p¨Bé& ×pyJͬ!$s% tbqè=÷Gtƒ ÏM»tƒ#uä «!$# uä!$tR#uä È@ø©9$# öNèdur tbrßàfó¡o ÇÊÊÌÈ  
113. Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang Berlaku lurus[6], mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).

2. Asbabun Nuzul
            Dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabaranidan Ibnu Mundah di dalam “Ash-Shahabah” yang bersumber dari Ibni Abbas. Ibnu Abbas berkata : “Ketika Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’yah, Usaid bin Sa’yah dan As’ad bin ‘Abd serta dari golongan Yahudi masuk Islam, lalu mereka beriman, membenarkan dan mencintai Islam, berkatalah pendeta-pendeta Yahudi dan orang-orang kafir diantara mereka :”Tidaklah beriman kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya kecuali orang-orang jahat diantara kami, sebab andaikata mereka yang paling baik diantara kami, mereka tak akan meninggalkan agama nenek moyangnya dan pergi ke agama lain.” Maka Allah menurunkan ayat Ali Imron 113 sehubungan dengan kejadian tersebut.
            Dikemukakan oleh Ahmad dan lainnya yang bersumber dari Ibni Mas’ud. Ibnu Mas’ud berkata : “Pernah Rasulullah saw mengakhirkan sholat Isya’, kemudian beliau keluar menuju masjid, didapatinya disitu orang-orang sedang menunggu shalat. Lalu bersabdalah beliau : “Ketahuilah! Sungguh tiada seorangpun dari penganut agama lain yang ingat kepada Allah di saat seperti ini (malam) selain kalian,” maka turunlah ayat ini.[7]

3. Tafsir al-Mufrodat[8]
(لَيْسُواْ سَوَآءً) Laisuu Sawaa’an : Mereka semua tidak sama.
(أُمَّةٌ قَآئِمَةٌ) Ummatun Qaa’imatun : Satu kelompok yang tegak dan teguh pada keimanan dan amal saleh.
(يَتْلُونَ أَيَاتِ اللَّهِ) Yatluuna Aayaatillah : Mereka membaca ayat-ayat  Allah dalam Al-Qur’an.
(أَنَآءَاَلَّيْلِ) Aanaa’al-Laili : Pada saat-saat malam hari. Kata Aanaa’ adalah bentuk jama’ dari kata Iniy yang berarti waktu.
(وَهُمْ يَسْجُدُونَ) Wahum Yasjuduun : Mereka bersujud, yakni mendirikan shalat.

4. Tafsir ayat
            Sesudah  Allah Ta’ala menyebut kondisi Ahli Kitab yang terbagi menjadi dua : ada yang beriman dan saleh, dan ada yang kafir lagi jahat. Maka, pada ayat ini Allah menyebutkan bahwa kondisi Ahli Kitab itu semuanya tidak sama.[9] Allah memuji mereka yang saleh dengan firman-Nya,
* (#qÝ¡øŠs9 [ä!#uqy 3 ô`ÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ×p¨Bé& ×pyJͬ!$s%
“Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus...”[10]
            Yakni, mereka teguh pada keimanan yang benar, yaitu kelompok Yahudi yang telah masuk Islam. Mereka membaca ayat-ayat Allah di waktu sholat yang selalu mereka kerjakan pada saat-saat malam; yaitu shalat Isya’ dan Qiyamullail (tahajud), dan mereka selalu bersujud (tunduk dan patuh kepada Allah). Ini merupakan pujian Allah kepada mereka, sebab sujud merupakan bukti ketundukan seorang hamba kepada Allah. Allah juga memuji mereka karena keimanan mereka yang benar dan amar ma’ruf dan nahi munkar yang mereka lakukan. Mereka beramar ma’ruf dengan menyeru orang lain untuk beribadah kepada Allah Ta’ala sesudah ia beriman secara benar dan berislam secara lahir dan batin. Mereka pun mencegah kemunkaran, yaitu perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dalam beribadah dan perbuatan kufur kepada Allah dan Rasul-Nya.[11]

5. Analisis Ayat
            Ayat ini menegaskan bahwa mereka itu yakni al-kitab, orang-orang Yahudi Nasrani tidak sama dalam sikap dan kelakuan mereka terhadap Allah dan manusia, diantara ahl al-kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, yakni menerima dan melaksanakan secara sempurna tuntunan Nabi-Nabi mereka, sehingga bersedia untuk percaya kepada kebenaran dan mengamalkan nilai-nilai luhur. Ini disebabkan karena mereka selalu membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud, yakni tunduk patuh atau shalat. Pada umumnya, ulama’-ulama’ tafsir memahami kelompok yang dibicarakan oleh ayat ini adalah ahl al-kitab yang memeluk agama Islam.[12]


C.    Q. S. Al-Maidah 51
1.      Ayat dan terjemahan
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ  
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

2. Asbabun Nuzul
            Dikemukakan oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Al Baihaqi yang bersumber dari ‘Ubadah bin Shamit. ‘Ubadah bin Shamit berkata : “Abdullah bin Ubay bin Salul (tokoh munafik Madinah) dan saya (‘Ubadah bin Shamit) terikat oleh suatu perjanjian untuk saling membela dengan kelompok Yahudi Bani Qainuqak. Ketika Bani Qainuqak berperang melawan Rasulullah saw. Abdullah bin Salul tidak mau melibatkan diri dan saya (‘Ubadah bin Shamit) berangkat menuju Rasulullah, hendak membersihkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari ikatan perjanjian tersebut dan menggabungkan diri dengan Rasulullah saw. serta menyatakan tunduk hanya kepada Allah dan Rasul-Nya.” ‘Ubadah bin Shamit adalah salah seorang tokoh Islam dari Bani ‘Auf bin Khazraj. Mengenai peristiwanya dan peristiwa Abdullah bin Ubay bin Salul tersebut, maka turunlah kisah dalam surat Al-Maidah ini “Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tattakhidzulyahuuda wannashaaraa auliyaau...” sampai akhir ayat, yang menerangkan bahwa orang-orang mukmin harus tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan tidak mengangkat orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali mereka.[13]

3. Tafsir al-mufrodat
(تَتَّخِذُوا) tattakhidzu/kamu mengambil terambil dari kata (أخذ) akhadza, yang pada umumnya diterjemahkan mengambil. [14]
(بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ) Ba’dhuhum auliyaa’u ba’dhin : orang Yahudi itu adalah penolong bagi saudaranya yang Yahudi lainnya, begitu juga orang Nashrani penolong bagi saudaranya yang Nashrani lainnya.[15]

4. Tafsir ayat
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu).” Yakni, melarang orang-orang beriman untuk menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka.
            Kemudian pada ayat selanjutnya Allah Ta’ala menyebutkan sebab dilarangnya hal itu, karena mereka merupakan pelindung bagi sebagian yang lain, maksudnya Yahudi itu adalah pelindung bagi sebagian Yahudi yang lain, dan Nasrani itu adalah pelindung bagi sebagian Nasrani yang lain. Sehingga dengan alasan apa kamu menjadikan mereka sebagai pelindung dan pemimpin serta menaruh kepercayaan kepada mereka? Karena bagaimana mungkin mereka mementingkan kamu daripada saudara mereka sendiri? Atau menolong kamu dengan mengorbankan saudara mereka sendiri? Karena itulah Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang melakukan perbuatan seperti itu dengan firman-Nya,”...Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin.” Artinya, wahai orang-orang beriman siapa saja diantara kalian yang melakukan hal seperti itu, maka dia sudah termasuk golongan mereka.
¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3
“...Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka.” Karena dengan menjadikan mereka sebagai pemimpin, berarti sama saja dengan menabuh genderang perang melawan Allah, Rasul-Nya dan segenap kaum muslimin.
            Kemudian pada ayat berikutnya Allah Ta’ala kembali menegaskan konsekuensi dari perbuatan tersebut yaitu, “...Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” Dengan ber-muwala’ kepada mereka akan menghalangi turunnya hidayah Allah, karena perbuatan itu adalah perbuatan zalim sedangkan Allah Ta’ala membenci orang-orang yang berbuat zalim. Maksudnya, bahwa secara tidak langsung mereka telah berbuat zalim dengan perbuatannya tersebut, yakni menjadikan pemimpin orang yang tidak sepantasnya dijadikan pemimpin, sebagaimana pengertian zalim itu sendiri yaitu menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, karena yang pantas untuk jadi pemimpin bagi kaum muslimin adalah Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin itu sendiri bukan musuh-musuh-Nya.[16]

5.  Analisis Ayat
            Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka, karena mereka itu adalah musuh-musuh Islam dan musuh para pemeluknya, semoga Allah membinasakan mereka. Selanjutnya Allah Ta’ala memberitahukan bahwa sebagian dari mereka adalah pemimpin bagi sebagian lainnya. Dan setelah itu Allah mengancam, dan menjanjikan siksa bagi orang yang mengerjakan hal tersebut.[17]

D.    Q. S. Al-Maidah 59
1.      Ayat dan Terjemahnya
ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# ö@yd tbqßJÉ)Zs? !$¨ZÏB HwÎ) ÷br& $¨ZtB#uä «!$$Î/ !$tBur tAÌRé& $oYøŠs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB ã@ö7s% ¨br&ur ö/ä.uŽsYø.r& tbqà)Å¡»sù ÇÎÒÈ  
Artinya : Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Apakah kamu memandang Kami salah, hanya lantaran Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang Fasik ?
2.      Asbabul Nuzul
Abu Syekh dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Rifa'ah bin Zaid bin Tabut dan Suwaid bin Harits telah menampakkan keislamannya, akan tetapi kemudian keduanya menjadi munafik. Dan tersebutlah bahwa ada seseorang lelaki dari kalangan kaum Muslimin bersahabat dengan sangat intim dengan mereka. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi walimu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan..." sampai dengan firman-Nya, "Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." (Q.S. Al-Maidah 57-61).
Sehubungan dengan turunnya ayat ini Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa ada segolongan orang-orang Yahudi datang kepada Nabi SAW yang di antaranya ialah Abu Yasir bin Akhthab, Rafi bin Abu Nafi' dan Ghazi bin Umar. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang rasul-rasul yang diimaninya, kemudian Nabi menjawab, "Aku beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk dan patuh kepada-Nya." Tatkala Nabi SAW menuturkan tentang perihal Nabi Isa, mereka kontan mengingkari kenabian Isa, dan mengatakan, "Demi Allah, kami tidak mengetahui pemeluk suat agama yang sangat kecil keberuntungannya di dunia dan akhirat daripada kalian. (Kami juga) tidak (mengetahui) agama yang lebih buruk dari agama kalian. Maka turunlah ayat ini dan ayat setelahnya.[18]
3.      Tafsir Mufradat
هَلْ تَنْقِمُوْنَ مِنَّا  Hal tanqimuuna minna : Apa kamu memandang bahwa apa yang kami lakukan ini salah, sehingga kamu mencela kami
وَأَنِّ اَكْثَرَ كُمْ فَاسِقُوْنَ  wa anna aktsarakum faasiquun : dapat juaga dipahami sebagai lanjutan dari alasan mengapa mereka mengecam
4.      Tafsir Ayat
Menghadapi dan menanggapi sikap ahli kitab seperti yang dilukiskan ayat yang lalu, ayat ini memerintahkan : katakanlah hai Nabi Muhammad SAW atau siapa pun yang menggunakan akalnya : hai ahli kitab, yang menjadikan agama kami bahan olok-olok, dan semua yang berperilaku seperti mereka, apakah kamu memandang kami salah, dan mengecam perbuatan kami, yakni tidak ada yang menjadikan kamu memandang kami bersalah kecuali hanya karena kami beriman kepada Allah , Tuhan Yang Maha Esa dan beriman juga kepada yang diturunkan kepada kami sambil melaksanakan tuntunannya dan juga beriman kepada apa yakni kitab suci yang diturunkan sebelumnya, kepada para nabi yang lalu seperti Taurat, Injil, Zabur dan wahyu-wahyu Allah yang lain dan yang dibenarkan kandungannya oleh kitab suci kami. Dan, itu semua kami percaya dan hormati. Itu semua adalah hal-hal yang baik dan terpuji, tidak wajar dicela atau dipersalahkan tetapi karena kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan di antara kamu wahai ahli kitab adalah orang-orang fasik yang benar-benar telah keluar dari tuntunan agama, maka kamu mengecam dan mempermasalahkan kami.[19]
Firman-Nya : (وأن أكثر كم فاسقون) wa anna aktsarakum faasiquun dapat juga dipahami sebagai lanjutan dari alasan mengapa mereka mengecam. Dengan demikian, ayat ini menyatakan bahwa kecaman mereka disebabkan karena kami beriman dan kami percaya bahwa kebanyakan di antara kalian adalah orang-orang fasiq. Memang salah satu sebab kebencian non-Muslim terhadap orang-orang Muslim adalah karena keyakinan umat Islam tentang kesesatan ajaran mereka.[20]
5.      Analisis Ayat
Dalam tafsir fi Zhilalil Qur`an telah dijelaskan bahwa pertanyaan yang yang diperintahkan kepada Ahli Kitab ini dari satu segi sebagai pertanyaan retoris (pertanyaaan yang tidak memerlukan jawaban) untuk menetapkan apa yang mereka lakukan untuk kaum muslimin.[21]
Kaum Ahli Kitab itu memusuhi kaum muslimin karena mereka beragama Islam. Karena mereka bukan orang Yahudi dan Nasrani. Juga karena ahli kitab itu fasik, menyimpang dari apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Tanda kefasikan dan penyelewengan mereka ialah tidak mau beriman kepada risalah terakhir, padahal risalah ini membenarkan apa yang ada di hadapan mereka-bukan yang mereka ada-adakan dan mereka ganti. Mereka juga tidak beriman kepada Rasul terakhir, padahal Rasul ini membenarkan apa yang ada di hadapan mereka, dan menghormati semua Rasul Allah.[22]

KESIMPULAN
Jika kita pahami dari tafsiran ayat-ayat yang telah kami paparkan diatas, maka dapat kita ambil pemahaman secara garis besarnya bahwa kita sebagai umat Islam agar berhati-hati kepada Ahli Kitab yang berniat untuk menjerumuskan kita kepada jalan yang tidak benar. Dan juga di jelaskan latar belakang adanya kedengkian Ahli kitab itu karena mereka mengetahui bahwa kita orang Mukmin itu  di bawah naungan cahaya Iman. Dan juga Ahli Kitab berniat ingin melunturkan ajaran agama Islam dengan menghilangkan hakikat yang benar dan jelas dari agama Islam itu sendiri. Kebanyakan mereka tidak senang kepada orang-orang Muslim yang konsisten dan komitmen pada agamanya. Hal tersebut dapat kita lihat diantaranya dari usaha mereka yang sengit untuk memurtadkan kaum muslimin menjadi orang non-muslim. Namun Ahli Kitab sendiripun tidak semuanya buruk, ada pula sebagian Ahli Kitab yang beriman dan saleh, yakni orang Yahudi dan Nasrani yang telah masuk islam dan telah menjalankan shalat.
Jadi dapat kita simpulkan bahwasanya dari surat Al-baqarah dan Ali Imron diatas menjelaskan tentang konsep toleransi beragama. Lalu pada Surat Al-Maidah menjelaskan tentang tidak menjadikannya teman akrab atau pemimpin. Dalam artian sesama umat beragama kita harus menghargai agama dan cara beribadah mereka. Namun jangan sampai berlebihan. Boleh saja bergaul, akan tetapi jangan sampai kelemahan-kelemahan kita dalam beragama diketahui mereka. Karena tetap bisa dipastikan adanya unsur-unsur ajakan untuk mengikuti ajaran mereka.








DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi, Syaikh abu Bakar Jabir. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar . Jakarta : Darus Sunnah press. 2006.
Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Tafsir Ibnu Katsir. Kairo : Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 1994.
Mujieb AS, M. Abdul. Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul : Riwayat turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Daarul Ihya. 1986.
Nawawi, Imam. Tafsir Marah al-Labid. Semarang : Toha Putra.
Quthb, Sayyid. Tafsir fi Dzilalil-Qur`an. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Tangerang : Lentera Hati. 2000.
Utsman, Mahmud Hamid. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam. 2007.


[1] Syaikh abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar , (Jakarta : darus Sunnah press.2006), hlm. 183.
[2] Mahmud Hamid Utsman, Tafsi Al-Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hlm. 172
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang : Lentera Hati, 2000), hlm. 292.
[4] Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar, (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2006), hlm.183-184.
[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir,  (Kairo : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 1994), jilid 3, hlm.221.
[6] Yakni: golongan ahli kitab yang telah memeluk agama Islam.
[7] M. Abdul Mujieb AS, Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul : Riwayat turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, Daarul Ihya, 1986, hal. 117
[8] Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an AL-AISAR, Jaktim: Darussunnah, 2007, hal. 171-172
[9] Ada sebagian ahli tafsir yang mengatakan bahwa ungkapan dalam ayat ini diakhiri dengan firman Allah : (ليسوا سواءً) sehingga maksudnya menjadi : bahwa tidaklah sama antara kaum muslimin dan Ahli Kitab. Barulah sesudah ungkapan ini, mulai ungkapan berikutnya: (من اهل الكتاب أمةٌ قائمةٌ...). Diantara Ahli Kitab ada kelompok yang teguh (dalam keimanan dan amal shalih)... Tetapi pendapat (tafsiran) yang di sebutkan di atas menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam tafsir Al-Qur’an Al Aisar lebih jelas dan benar.
[10] Yang dimaksud dengan kelompok yang teguh dalam keimanan dan beramal saleh tersebut adalah Abdullah bin Sallam beserta saudaranya dan bibinya, juga Sa’yah atau San’ah bin Gharidh, Tsa’labah bin Sa’yah, Asad Al-Quradhi dan kawan-kawannya dari kaum Yahudi yang masuk Islam dan terkenal baik keislamannya dan perjuangannya dalam membela Islam.
[11] Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an AL-AISAR, Jaktim: Darussunnah, 2007, hal. 172-173
[12] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang : Lentera Hati, 2000), hlm. 190
[13] M. Abdul Mujieb AS, Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul : Riwayat turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, Daarul Ihya, 1986, hal. 219
[14] Quraish shihab, Tafsir al-mishbah, Lentera Hati, 2002, hal. 122
[15] Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir Al-Qur’an AL-AISAR, Darussunnah, 2007, jilid 2 hal. 681
[16] ibid. hal. 682-683
[17] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir,  (Kairo : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 1994), jilid 3, hlm. 106
[18] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam. 2008, hlm. 558.
[19] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 138
[20] ibid. hlm. 139
[21]Sayyid Quthb, Tafsir fi Dhilalil-Qur`an jilid 2, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 266.